https://www.lenteranews.co

15 Permohonan Penghentian Penuntutan Perkara Berdasarkan RJ, Dikabulkan Jam Pidum Kejagung RI

15 Permohonan Penghentian Penuntutan Perkara Berdasarkan RJ, Dikabulkan Jam Pidum Kejagung RI

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jam Pidum) Fadil Zumhana.

JAKARTA - Jaksa Agung St Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jam Pidum) Fadil Zumhana menerapkan Restoratif Justice (RJ) atau keadilan restoratif di sejumlah perkara yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) di sejumlah daerah.

Perkara tersebut mulai dari kasus penganiayaan, pencurian hingga pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 15 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, Selasa (13/12).

Adapun 15 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut.

1.    Tersangka Thomas Worotikan dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2.    Tersangka Claudio Aprilito Bahihi alias Ridel dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. 

3.    Tersangka Fikri Muadz alis Udin bin Ujang Sumadi Rahmat dari Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

4.    Tersangka Dede Suherlan bin Jaen dari Kejaksaan Negeri Purwakarta yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

5.    Tersangka Iksan alis Aung bin Husnah dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

6.    Tersangka I Komang Artayasa alias Mang Edok dari Kejaksaan Negeri Denpasar yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7.    Tersangka Indra Gunawan alias Indra bin Ishak dari Kejaksaan Negeri Bungo yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

8.    Tersangka Aris Sulistiyo S.Pd bin Yoto Wiyono dari Kejaksaan Negeri Merangin yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

9.    Tersangka Romlan bin M Nur dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

10.    Tersangka Nawawi alias Awi bin Basri Hasan dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

11.    Tersangka Neni Syafitri binti Saripudin dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan. 

12.    Tersangka Ardiansyah alias Ardi alias Sinole bin Mahyuddin dari Kejaksaan Negeri Luwu yang disangka melanggar Pasal 45 ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

13.    Tersangka Rasul Dg. Tika bin Syarifuddin Dg. Rowa dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

14.    Tersangka Burhanuddin dari Cabang Kejaksaan Negeri Luwu Timur di Wotu yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. 

15.    Tersangka Erika Aprilia alias Rika binti Tahrir dari Kejaksaan Negeri Kendari yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Sementara itu, alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan diantaranya telah dilaksanakan proses perdamaian, yakni tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Selain itu, tersangka belum pernah dihukum.

“Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,” beber Ketut menjelaskan.

Selain itu, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

Selanjutnya, kata Ketut, Jam Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Komentar Via Facebook :